Jumat, 21 Juni 2013

Garinyiek Minang Yogyakarta

Membangun PEMERINTAHAN NAGARI
berdasarkan prinsip “Adat basandi Syarak,
Syarak basandi kitabullah”


PATUT SEKALI KITA BERSYUKUR, bahwa nikmat Allah dapat kita rasakan – di antaranya kembali kepemerintahan nagari --, membuka lebih banyak kesem­patan bergerak lebih leluasa dan bertanggung jawab dalam menerapkan nilai-nilai tamadun budaya Minangkabau – ABS-SBK -- yang terikat kuat dengan penghayatan Islam.
Ada beberapa kendala -- dalam impelementasi penerapan kembali nilai-nilai budaya tersebut --,
· hubungan muda‑mudi yang terbiasa meniru kekiri kanan,
· hubungan kekerabatan keluarga mulai menipis,
· peran ninik mamak hanya dalam batas‑batas seremonial,
· peran substantif dari ulama, dalam pembinaan akhlak anak nagari kerap kali tercecerkan
· peran pendidikan akhlak berdasarkan prinsip-prinsip budaya adat berdasarkan ABS-SBK menjadi kabur dan melemah.

Menata pemerintahan nagari dengan prinsip ABS-SBK sangat dituntut pribadi‑pribadi yang utuh dan unggul,
dengan iman dan taqwa,
berlimu pengetahuan
menguasai teknologi,
berjiwa wiraswasta,
ber‑moral akhlak,
beradat dan beragama,

Karena yang akan kita kem­bangkan adalah "hidup modern dan maju dengan keimanan yang kokoh".

Konsekwensinya, penyediaan sumber daya manusia berkualitas --- tampilnya penggerak pembangunan nagari berbekal teoritikus yang tajam, dan effektif, qanaah dan istiqamah di bidangnya -- sebelum melaksanakan social reform. Bila tidak, akan mengundang kerawanan sosial -- apalagi bila penduduk desa-desa yang selama 17 tahun dibiar berkembang dan serta merta berubah menjadi nagari -- yang cenderung tidak berkemampuan mengantisipasi dampak besar yang akan timbul dalam menerima perubahan seketika.


Tenaga membina nagari diperlukan “opsir lapangan”,
· bersedia dan pandai berkecimpung di tengah‑tengah umat,
· berilmu dan berpengalaman
· “mahir membaca masyarakat”
· dapat merasakan denyut nadi kehidupan anak nagari
· berurat pada di hati umat di nagari-nagari itu.

Rakyat kecil di nagari-nagari -- di masa derasnya arus globalisasi yang menggeser pola hidup masyarakat di bidang sosial, ekonomi, politik dan juga budaya ini -- senantiasa menjadi sasaran empuk dan umpan dari satu perubahan berbalut westernisasi dan pembudayaan di luar prinsip ABS-SBK – dan acap kali mereka tersasar sesat jalan, hanya karena kurangnya pemahaman terhadap adat dan syarak (agama Islam). Karena ketiadaan bekalan. Itulah penyebabnya.

Kehidupan sosial berteras kebersa­maan atau musyawarah – sebagai salah satu landasan yang mengemuka di dalam prinsip ABS-SBK -- bergeser menjadi individualis dan konsumeristis – anya condong berjuang memelihara kepentingan sendiri – dalam menata pemerintahan nagari karena kurang pemahaman dan lemahnya penegasan pola pelaksanaan undang-undang dan Perda No.9/2000 tentang pemerintahan di nagari di Sumatera Barat – tidak jarang terjadi setiap nagari tumbuh dengan sikap bernafsi-nafsi dan condong kepada melupakan nasib orang lain – yang tentu saja tidak pernah terbayangkan adanya di dalam prinsip ABS-SBK itu – dan persaingan antar nagari -- tanpa kawalan -- akan bergerak kepada “yang kuat akan bisa bertahan dan yang lemah akan mati sendiri”, dan yang kuat akan menelan yang lemah di antara mereka".

Tantangan sosial, budaya, ekonomi, politik dan lemahnya penghayatan agama di nagari-nagari dewasa ini tidak terelakkan.
Maraknya pekat hingga ke taratak-taratak terpencil seperti tuak, arak, judi, dadah, pergaulan bebas di kalangan kaula muda, narkoba, dan beberapa tindakan kriminal dan anarkis, merusak tatanan keamanan, mengaburkan prinsip-prinsip ABS-SBK, padahal pengendali kemajuan sebenarnya adalah agama dan budaya umat (kita menyebutnya ABS-SBK dalam tataran umatisasi).[1] Yang didukung budaya tamaddun turun temurun dalam masyarakat kita – yang tidak lain adalah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah --.

Tercerabutnya agama dari diri masyarakat Sumatera Barat –Minangkabau --, berakibat besar kepada perubahan prilaku dan tatanan masyarakatnya, karena “adatnya bersendi syarak, syaraknya bersendi kitabullah” dan “syarak (=agama) mangato (=memerintahkan) maka adat mamakai (=melaksanakan)” – sungguhpun dalam pengamatan sehari-hari sudah sulit dijumpai.

Peranan alim ulama di Minangkabau sejak dulu adalah membawa umat -- melalui informasi dan aktifiti -- kepada keadaan yang lebih baik,
· Kokoh dengan prinsip,
· Qanaah dan istiqamah – konsistensi--,
· Berkualitas, dengan iman dan hikmah.
· Ber-‘ilmu dan matang dengan visi dan misi.
· Amar makruf nahyun ‘anil munkar, teguh dan professional.
· Research-oriented berteraskan iman dan ilmu pengetahuan.
· Mengedepankan prinsip musyawarah sebelum mufakat.
Insya Allah akan merajut khaira ummah di dalam masyarakat nagari yang pacak menghadapi kompleksitas di alaf baru dengan kekuatan budaya dominan. Suatu kecemasan bahwa sebahagian generasi yang bangkit kurang menyadari tempat berpijak.

Kelemahan mendasar ditemui karena,
melemahnya jati diri
kurangnya komitmen kepada nilai-nilai luhur agama dan adat yang menjadi anutan bangsa,
Dipertajam oleh tindakan isolasi diri,
perbudakan politik, ekonomi, sosial budaya – disertai oleh lemahnya minat menuntut ilmu -- yang menutup peluang untuk berperan serta dalam kesejagatan.[2]
Kondisional semakin parah karena adanya pihak-pihak lain yang memulai geraknya dengan uluran tangan pemberian.

Pemantapan tamaddun, agama dan adat budaya menjadi landasan dasar pengkaderan re-generasi di nagari-nagari di Minangkabau dengan kewajiban,
memelihara dan menjaga generasi pengganti yang lebih sempurna,
mengupayakan berlangsung proses timbang terima kepemimpinan dalam satu estafetta alamiah -- patah tumbuh hilang berganti – karena kesudahannya yang dapat mencetuskan api adalah batu pemantik api juga.[3]
teguh dan setia melakukan pembinaan – retransformasi adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah yang sudah lama di miliki –
mampu berinteraksi dengan lingkungan secara aktif – artinya ada kesiapan melakukan dan menerima perubahan dalam tindakan yang benar – karena sebuah premis syarak mengatakan bahwa segala tindakan dan perbuatan akan selalu disaksikan oleh Allah, Rasul dan semua orang beriman.[4]

Secara umum pemeranan syarak di tengah pembangunan masyarakat nagari ialah,
· Menghidupkan kembali sikap prilaku yang menjadi modal utama membangun nagari dengan alas musyawarah dan saling menghargai. Sulit membantah bahwa hilangnya akhlak menjadi salah satu sumber malapetaka yaitu punahnya keamanan. Indikasi melemahnya syarak diantaranya berkurangnya minat menyerahkan anak-anak ke Surau-surau, Majelis Ta’lim, TPA, MDA, bahkan melemahnya frekuensi pengajian-pengajian Al-Qur’an, dan merebaknya kebiasaan meminum minuman keras (Miras) pada sebahagian – kecil (?) -- kalangan muda-remaja di nagari-nagari dan berkembangnya keinginan bergaul bebas di luar tatanan dan batas-batas adat dan syarak (agama) --.
· Menjalin dan menjamin keikut sertaan semua komponen di tengah masyarakat,
· Memulai dari penataan akhlak masyarakat anak nagari menurut kaedah syarak mangato aadat mamakai. Akan tetapi seringkali tidak terikuti oleh pembinaan yang intensif, antara lain disebabkan :
a. Kurangnya tenaga tuangku, imam khatib dan alim ulama yang berpengalaman – mungkin berkurangnya jumlah mereka di nagari-nagari atau karena perpindahan ke kota,
b. kurangnya minat menjadi imam-khatib dan alim ulama di nagari,
c. Terabaikannya kesejahteraan alim ulama di nagari-nagari -- secara materil yang tidak seimbang dengan tuntutan yang diharapkan oleh masyarakat dari seorang da’i – di antara jalan keluarnya dapat diupayakan pemerkasaan mereka dengan jalan pelembagaan musyawarah, dan penetapan anggaran nagari atau sumber tetap dari masayarakat --, karena umumnya imam-khatib bukanlah pegawai nagari yang memiliki penghasilan bulanan yang tetap – telah dianggarkan dalam APBD –padahal mereka senantiasa dituntut oleh tugasnya untuk selalu berada di tengah umat di nagari yang dibinanya.
d. Memang tantangan dakwah selalu berhadapan dengan tantangan yang sangat banyak, namun uluran tangan yang didapat hanya sedikit.

Mengatasinya dengan
modal kesadaran
memanfaatkan jalinan hubungan yang sudah lama terbina – rantau dll,
penyadaran masyarakat terhadap prinsip-prinsip ABS SBK,
melahirkan sikap anak nagari (mental attitude) yang penuh semangat vitalitas, enerjik, dan bernilai manfaat sesama masyarakatnya,
menanamkan komitmen fungsional bermutu tinggi –
kemampuan penyatuan konsep-konsep, alokasi sumber dana, perencanaan kerja secara komprehensif,
mendorong terbinanya center of excelences – tangga musyawarah anatara lembaga adat, syarak dan fungsionaris nagari. Akhirnya tentulah tidak dapat ditolak suatu realita objektif bahwa, “Siapa yang paling banyak bisa menyelesaikan persoalan masyarakat, pastilah akan berpeluang banyak untuk mengatur masyarakat itu.”
hidupkan lembaga syarak sebagai institusi masyarakat yang perannya tidak kalah penting dari lembaga adat nagari.
penguatan lembaga kemasyarakatan yang ada di nagari mesti di sejalankan dengan kelompok umara’ – pemegang kendali pemerintahan nagari -- yang adil, dalam spirit perubahan membangun kembali masyarakat nagari.

Mengembalikan Minangkabau keakarnya ABS-SBK -- ya’ni Islam -- tidak boleh dibiar terlalai, karena akibatnya akan terlahir bencana. Amatlah penting untuk mempersiapkan generasi umat yang mengenali ;
(a) keadaan masyarakat nagari, aspek geografi, demografi,
(b) sejarah, kondisi sosial, ekonomi, latar belakang masyarakat nagari itu,
(c) tamadun, budaya, dan adat-istiadat dan berbudi bahasa yang baik – nan kuriak kundi nan sirah sago, nan baik budi nan indah baso --.

Khulasahnya ,
1. Perankan kembali organisasi informal di nagari-nagari,
2. Seiringkan dengan refungsionisasi peran alim ulama cerdik pandai “suluah bendang dalam nagari”
3. Sangat di andalkan untuk membangun masyarakat nagari berdasarkan prinsip ABS-SBK ialah mempererat sistem komunikasi dan koor­dinasi antar komponen masyarakat di nagari pada pola pembinaan dan kaderisasi pimpinan dan organisasi banagari secara jelas.
4. Dalam gerakan “membangun nagari” maka setiap fungsionaris di nagari akan menjadi pengikat umat – anak nagari -- untuk membentuk masyarakat yang lebih kuat, se­hingga merupakan kekuatan sosial yang efektif.
5. Pemerintahan Nagari mesti berperan menjadi media pengembangan anak nagari -- bukan sebaliknya -- dan pemasyarakatan budaya adat dan syarak (Islami) sesuai dengan prinsip “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” melalui meng-efektifkan media pendidikan anak nagari dalam pembinaan umat untuk mencapai derajat pribadi taqwa, serta merencanakan dan melaksanakan kegiatan dalam hubungan hidup bermasyarakat sesuai tuntunan syarak (Agama Islam).
6. Di nagari mestinya dilahirkan media pengembangan minat menata kehidupan dalam aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan agama Islam dalam rangka mengembangkan tujuan kemasyarakatan yang adil dan sejahtera.
Terakhir tentulah merupakan keharusan untuk dikembangkan dakwah yang sejuk -- dakwah Rasulullah bil ihsan -- dengan prinsip jelas, tidak campur aduk (laa talbisul haq bil bathil), menyatu antara pemahaman dunia untuk akhirat -- keduanya tidak boleh dipisah-pisah --, dan belajar kepada sejarah amatlah perlu adanya gerak dakwah dan pembangunan yang terjalin dengan net-work (ta’awunik) yang rapi (bin-nidzam), untuk penyadaran kembali generasi Islam di nagari-nagari di Minangkabau tentang peran syarak (Syari’at Islam) dalam membentuk tatanan hidup duniawiyah yang baik.
Begitulah semestinya peranan lembaga Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) dalam menapak perubahan baru – membangun kembali masyarakat nagari – di abad ini.v

Padang, 25 April 2001

[1] ‘alaikum anfusakum, laa yadhurrukum man dhalla idzah-tadaitum (QS.5:105), wa man yusyrik billahi fa qad dhalla dhalaalan ba’idan (QS.4:116), fa dzalikumullahu rabbukumul-haqqu, fa madza ba’dal-haqqi illadh-dhalaal ? fa anna tushrafuun (QS.10, Yunus:32).

[2] Lihat QS.9:122, supaya mendalami ilmu pengetahuan dan menyampaikan peringatan kepada umat supaya bisa menjaga diri (antisipatif).
[3] Q.S 47;7, artinya, '' Jika Kamu Menolong ( Agama ) Allah, Niscaya Dia Akan Meno­long Kamu. Kemudian,
"Kamu Hanya Akan Dapat Pertolongan Dari Allah Dengan (Menolong) Kaum Yang Lemah Diantara Kamu". (Al-Hadist).
Suatu aturan menuruti Sunnah Rasul adalah, “Dan, Tiap‑Tiap Kamu Adalah Pemimpin, Dan Tiap‑Tiap Pemimpin Akan Di Minta Pertanggungan Jawab Atas Pimpinannya" (Al-Hadist). Jadinya, kewajiban kepemimpinan menjadi tanggung jawab setiap orang.
[4]QS.53:39-41.

Parade Puisi 40

gre publishingPARADE PUISI 40

PEMIMPIN PULANG
Empat cara pulang bagi Pemimpin dari Perjuangan.
Dia pulang dengan kepala tegak, membawa hasil perjuangan.

Dia pulang dengan kepala tegak, tapi tangan di belenggu musuh
untuk calon penghuni terungku, atau lebih dari itu,
riwayatnya akan menjadi pupuk penyubur tanah Perjuangan bagi para Mujahidin seterusnya.

Dia pulang. Tapi yang pulang hanya namanya.
Jasadnya sudah tinggal di Medan Jihad.
Sebenarnya, di samping namanya, juga turut pulang ruh-nya yang hidup dan menghidupkan ruh umat
sampai tahun berganti musim, serta mengilhami para pemimpin yang akan tinggal di belakangnya.

Dia pulang dengan tangan ke atas,
kepalanya terkulai, hatinya menyerah kecut
kepada musuh yang memusuhi Allah dan Rasul.
Yang pulang itu jasadnya, yang satu kali juga akan hancur.
Nyawanya mematikan ruh umat buat zaman yang panjang
Entah pabila umat itu akan bangkit kembali, mungkin akan diatur oleh Ilahi dengan umat yang lain, yang lebih baik, nanti.
Ia “Pemimpin” dengan tanda kutip.

...Adakalanya ada nakhoda berpirau melawan arus.
Tapi berpantang ia bertukar haluan, berbalik arah.
Ia belum pulang.
(MOHAMAD NATSIR di MEDAN DJIHAD, 24 AGUSTUS 1961 M/ MAULID 1381 H ).



<em>Kepada Fiatin Qalilatin
“ Minal ‘Aidin Wal Fa-izien”

Telah bertingkah guruh dan petir,.
Seakan kilat hendak menyambarmu,
Telah Menghitam awan di hulu,
Seakan gelamat hendak melandamu.
Telah berdendang lagu dan siul,
Seakan Rayuan membawamu hanyut,
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillahil hamd”.
Hanya Allah Yang Maha Besar
Kepada Nya pulang puji dan syukur, Kembalilah kamu kedalam Hidayat dan Taufiq Nya.
Di sana letak Pangkalan merebut Kejayaanmu.
Pancangkan Petunjuk Ilahy dalam Kalbumu,
“Cukuplah Allah bagimu tempat berlindung
Dia-lah yang akan menegakkan pendirianmu,
Dengan pertolongan langsung dan pada Nya”,
‘ Dan Kekuatan Mukminin sama se-iman’
“Iannahu laa yukhliful mie-‘aad !
“MINAL ‘AIDIN WAL FAA-IZIN !”
Mohamad Natsir,
1 Syawal 1380 H / 18 Maret 1961 M.

PROFIL CINTA ADALAH "IMAN",

Cinta anugerah Allah.
yang mengandung kejujuran dan hikmat.
yang mengandung keadilan dan amanat.
yang hiasannya adalah iffah
Cinta adalah kesanggupan menahan diri supaya
tak terjerembab kepada yang mudharat
Cinta adalah kekuatan mengalah semenit untuk menang seumur hidup.

Cinta diwarnai oleh syaja'ah
berani menempuh bahaya untuk merebut suatu kemashlahatan, yang sanggup membawa badan
berakit ke hulu berenang ketepian.
Profil cinta di tanamkan Islam sebagai sumbangan bagi peradaban
agar manusia tidak bertungkus lumus dalam nafsu, amarah dan kema'shiyatan, fatamorgana dan 'asyik ma'syuk.
Cinta adalah buah yang manis dari Iman.
(H.Mas’oed Abidin, Profil Cinta, September 1997)


GUGAHAN CINTA

Ungkapan manis gugahan cinta.
Allah titiskan dalam wahyu Nya
susunan indah menyentuh kalbu,
hanya hati membatu jua yang tak akan tertembus
tajamnya mata panah cinta.
INKUNTUM TUHIBBUNALLAH FATTABI'UNI …..
YUHBIBKUMULLAH,
WAYAGHFIRLAKUM DZUNUBAKUM.
Manisnya cinta ada pada pendirian kekar,
perjuangan dan pengorbanan semuanya,
hanya mungkin tumbuh subur mekar,
di lahan mahabbah kepada Allah dan Rasulullah.
Bila Allah telah ditinggalkan …,
kemanakah cinta akan dicari ….. ??
Lama ku berlayar di laut lepas
Tiada badan ini kenal lelah
Setiap kali aku berlabuh
Selalu di pelabuhan tenang nan indah
Di teluk redha MU,
Wahai Allah

(H.Mas’oed Abidin, Profil Cinta, September 1997)

TANYA DAN DO’A
Tentang hidup di desa ini, dari dahulu sampai kini
Banyak, cerita ku dengar
Dan pengalaman dan penderitaan dirasa
Hidup dilingkungan bahan bertimbun
Terlena dibuai nyanyian alam
Alpa menggali aneka guna
Meranalah hidup hampir tak punya,
Dini hari ..........., Dalam upacara ini ............
Berdegup jantungku merangkum tanya
Munajat jiwaku memohon do’a.
Adakah ini mula masanya
desauan air sungai ngalau dicelah celah batu ini
bertukar derum mesin diruang pabrik
lambaian bambu mendaduhkan daun-daun ini
berganti cerobong tinggi mengepulkan asap,
gerobak bemo, pedati kayu, ditarik insan mandi keringat
bertukar rupa truk, dan gerbong menyilang siur,
punggung membungkuk meranting tulang
mendukung derita menjelma manusia manusia baru
makmur bahagia .......


Hidup dengan Nikmat Cinta

Cinta menghias hati.
Cinta gejolak jiwa,
ghairah dan kasih fithrah manusia.
Hikmah cinta sangatlah besar.
Cinta perisai kokoh
menghadapi ujian dan cobaan
berat dan ringan di perjalanan.
Tak ada cinta tanpa rintangan

(H.Mas’oed Abidin, Profil Cinta, September 1997)

Garinyiek Minang Yogya Sambuik tamu





Talempong Minang di Yogyakarta




Tari Pasambahan I

Masjid Bingkudu

Wisata Budaya Kab. agam | Kamis, 21/08/2008 13:52 WIB

MESJID BINGKUDU EMPAT ANGKAT CANDUNG

klik untuk melihat foto

MASJID Bingkudu terletak di
Dusun/Kampung Tigasuro, Desa
Lima Suku Bawah, Kecamatan
Empat Angkat Cadung, Kabupaten
Agam, Provinsi Sumatera Barat.
Bangunan masjid terletak pada
ketinggian 1.050 m di at

Pada tahun 1957 dilakukan penggantian atap ijuk dengan atap seng oleh masyarakat setempat. Pada tahun anggaran 1991/1992 dilakukan pemugaran oleh Proyek Pelestarian dan Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sumatera Barat dengan jenis pekerjaan pembongkaran dan pemasangan kembali atap, plafon rangka atap, jendela, menara dan tangga menara. Kemudian pemugaran satu buah makam dan tempat wudlu, mimbar, mihrab, kolam, pemasangan penangkal petir pada menara, penataan lingkungan, pengecatan, serta pembuatan pintu gerbang. Masjid Bingkudu diperkirakan berdiri pada tahun 1823 diprakarsai oleh Inyik Lareh Candung gelar Inyik Basa (H Salam). Pendirian masjid merupakan hasil kesepakatan dari empat delegasi yang mewakili daerah sekitar Bingkudu, juga merupakan masjid yang tertua dan terbesar di daerah Bingkudu. Definis Bangunan Masjid Bingkudu terletak di atas sebidang tanah yang lebih rendah dari sekitarnya berukuran 60 x 60 m, berdenah bujur sangkar dengan ukuran bangunan 21 x 21 m dan bangunan masjid aslinya berbahan kayu dan atap ijuk. Bangunan berbentuk panggung menggunakan konstruksi atap susun tiga. Tinggi keseluruhan dari permukaan tanah +- 19 m dan mempunyai kolong setinggi +- 1,50 m. Pintu masuk terletak di sebelah timur. Ruang utama Bangunan utama masjid berdenah bujur sangkar berukuran 21 x 21 m terbuat dari kayu (tiang) dan papan (dinding, lantai), beratap susun tiga dari ijuk. Bangunan berbentuk panggung dengan tinggi kolong 1,50 m dan tinggi bangunan sampai puncak 19 m. Di bagian depan terdapat teras yang menghubungkan dengan bangunan menara. Di dalam teras juga terdapat sebuah bedug berukuran panjang 3,10 m, diameter 60 cm, terbuat dari pohon kelapa.Mihrab masjid terdapat di sebelah barat menjorok keluar dari bangunan utama. Mimbar masjid tidak terdapat di dalamnya, tetapi terletak di depannya. Mimbar terbuat dari ukiran kayu dengan hiasan warna keemasan dibuat tahun 1906, berbentuk huruf 'L.' Memiliki tangga naik menghadap ke depan dan tangga turun mengarah kesamping. Pada bagian kiri dan kanan tangga tersebut terdapat pipi tangga berukir dengan motif sulur-suluran. Pada mahkota mimbar terukir kaligrafi, dan pada bagian atas juga ditemukan tulisan angka 1316 H (1906 M).Pintu masuk ruang utama terdapat di sebelah timur. Di dalamnya terdapat 53 buah tiang berdiameter antara 30-40 cm dengan bentuk segi duabelas dan enambelas, juga terdapat sebuah tiang sebagai tonggak macu yang terdapat di tengah-tengah berbentuk segi enambelas berdiameter 75 cm. Di dalam masjid terdapat sebuah lampu gantung kuno dan beberapa buah lampu dinding kuno yang terpasang pada tiang-tiang masjid. Hiasan ukiran terdapat pada tiang-tiang bagian atas dan pada balok pengikat antara satu tiang dengan tiang lainnya merupakan kekhasan Masjid Bingkudu.

Menara Masjid Bingkudu berdiri pada tahun 1957, terletak di depan bangunan utama yang berbentuk segi delapan dengan atap kubah. Tinggi menara 11 m dan memiliki 21 anak tangga yang memutar ke arah kiri mengelilingi tiang utama yang terdapat di tengah-tengah. Menara tersebut merupakan menara pengganti (baru) yang sebelumnya terdapat terpisah di sebelah utara bangunan utama. Sedangkan menara lama dahulunya memiliki 100 anak tangga, karena tersambar petir, bangunan menara dipotong dan dinamai menara bulat dan difungsikan sebagai rumah garin dan tempat musyawarah tokoh masyarakat sekitarnya.

Tempat wudlu terdapat di selatan masjid berbentuk segi panjang dan tertutup. Selain itu, di sebelah selatan dan barat terdapat kolam. Sebuah makam yang terdapat di kompleks masjid adalah makam seorang ulama yang berpengaruh di daerah ini yaitu Syekh Ahmad Taher meninggal pada tanggal 13 Juli 1962.
http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/home

http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/photo360/247
http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/home