Selasa, 05 Agustus 2008

Mandeh Sitti ( 1881-1965 ), Singa Betina dari Manggopoh

Mandeh Sitti ( 1881-1965 ), Singa Betina dari Manggopoh

Mandeh Sitti Manggopoh( 1881-1965 ), pahlawan daerah sumbar, pejuang wanita dari sumbar,Sejak tahun 1908 api perlawanan terhadap Belanda berkobar di Manggopoh. Aksi penjajah Belanda yang menyengsarakan rakyat memicu pemberontakan di berbagai tempat, termasuk di Manggopoh. Sitti – dikenal dengan sebutan Mandeh Sitti Manggopoh , seorang wanita pejuang dalam perang Manggopoh bersama suami dan kelompoknya Mandeh Sitti yang dikenal sangat cantik, luwes namun lihai beladiri silek, dikenal pembenci penjajah.

Hal itu dibuktikan Mandeh Sitti bersama pasukannya berhasil menghabisi serdadu Belanda di markasnya sendiri, 55 orang serdadu Belanda tewas. Penyerbuan itu nestapa luar biasa bagi Belanda. Sitti lahir 15 Juni 1881 di Manggopoh, Lubukbasung, Agam. Orangtuanya petani biasa. Sitti tak pernah menduduki bangku sekolah , karena waktu itu belum ada sekolah rendah sekalipun. Untuk pendidikannya Sitti hanya belajar mengaji di surau, menimba ilmu sekaligus mempelajari adat istiadat Minangkabau.

Usia 15 tahun, Sitti dikawinkan orangtuanya dengan Rasyid, yang dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik. Walau sudah berkeluarga dan mengurus anak, kebencian Sitti terhadap penjajah Belanda justru kian menumpuk, apalagi akhir 1907 pemerintah Belanda bersiap mengembangkan sayap jajahannya.

Apalagi penindasan kian menyakitkan, Belanda menerapkan ­kewajiban belasting (pajak) pada rakyat , tak peduli kehidupan masyarakat yang susah. Rakyat Minangkabau, termasuk di Manggopoh tidak menerima aturan itu di berbagai tempat muncul protes sehingga memicu pemberontakan.

Diawali Perang Kamang yang berlanjut di Manggopoh, Lintau, Solok Rao dan berbagai daerah lain. Perang Manggopoh meletus akibat rasa benci pada Belanda yang semena-mena warga disiksa, disuruh kerja paksa, wanita-wanita diperkosa serta berbagai tindakan biadab lain yang membuat hati warga mendidih.

Akibatnya di Manggopoh terbentuk badan perjuangan yang terdiri dari 14 orang pemuda militan masing-masing Rasyid alias Hasyik, Sitti ( isteri Rasyid ), Majo Ali, St . Marajo Dullah, Tabat, Dukap Marah Sulai­man, Sidi Marah Kalik, Dullah Pakih Sulai, Muhammad, Unik , Tabuh St. Mangkuto, Sain St.Malik, Rahman Sidi Rajo dan Kana.

Adalah Majo Ali yang dianggap paling radikal dan diayomi oleh rakyat karena dikenal ahli beladiri juga berpengalaman dalam perang Kamang sehingga dia menguasai teknik gerilya, persenjataan dan mengetahui kelemahan Belanda. Di suatu malam di asrama tentara Belanda terdengar gelak tawa penjajah akibat minuman keras, tentara Belanda tengah asyik berjudi. Dalam suasana gelap itulah seorang wanita cantik masuk ke asrama itu. Kedatangan wanita cantik itu tidak mengundang curiga, padahal yang muncul adalah Sitti buruan pemberontak yang paling dicari tentera Belanda. Siti yang sudah mempersiapkan rencana bersama kelompoknya membaur dengan tentera Belanda yang mabuk.

Karena kelelahan dan teler karena minuman keras, akhirnya puluhan tentara Belanda sudah terkapar di lantai tak sadarkan diri. Melihat peluang itu, Sitti segera memadamkan lampu dan memberi tanda pada para pejuang yang sudah siaga di luar markas Belanda itu.

Para pejuang menyerbu markas Belanda, terjadilah aksi pembantaian. Siti dengan garangnya menghabisi puluhan tentara Belanda yang panik karena ada serangan tiba-tiba. Para pejuang betul-betul beringas melampiaskan dendam rakyat Manggopoh yang ditindas dan disengsarakan Belanda.

Dalam aksi pembantaian di markas tentera Belanda itu tercatat 55 orang nyawa tentara marsose melayang, hanya dua orang yang berhasil kabur ke Lubukbasung walau dengan luka-luka serius di sekujur tubuhnya. Akibat pembantaian itu Belanda murka – namun delapan pedati harus dikerapkan untuk membawa mayat serdadu Belanda yang dibantai pejuang. Bahkan Belanda sengaja mendatangkan bantuan tentara dari Bukittinggi untuk membumihanguskan Manggopoh. Banyak warga tak bersalah jadi korban akibat tembakan membabi buta tentara Belanda yang murka .Bahkan patroli Belanda intensif ke perkampungan penduduk

Dampak aksi pejuang Manggopoh mendapat perhatian dari seorang ulama yakni Tuanku Padang yang langsung berangkat ke Manggopoh. Diam-diam diadakannya rapat lima orang pejuang Manggopoh, yakni, Tabat, Sidi Marah Khalik, Muhammad dan Kana. Mereka memutuskan mengadakan penyerbuan yang kedua. Kedua ke markas Belanda itu dilakukan sore hari pukul 5.30, para pejuang hanya menggunakan senjata tajam. Namun aksi penyerangan itu berakhir naas, lima pejuang berani itu tewas ditembak senjata otomatis milik Beland.

Besoknya Belanda makin garang melakukan patroli, tentara penjajah berhasil menembak Majo Ali dan St. Marajo. Sudah 7 nyawa pejuang dari kelompk 14 yang melayang . Adapun Sitti dan Rasyid bersembunyi di Tarok Bajolang. Pelarian Sitti dan suaminya berlanjut bersama kawannya Tabuh, menuju ke Batu Rubiah, tapi suami isteri pejuang itu berhasil ditangkap tentara Belanda di Bawan.

Keduanya menjalani hukuman, Rasyid dibuang ke Menado sedang Sitti dibuang ke Pariaman. Keduanya hidup dalam rajaman penderitaan. Kedua pejuang kemerdekaan ini tak pernah bertemu lagi sampai akhir hayatnya. Mandeh Sitti Manggopoh, hingga kini belum ditetapkan sebagai pahlawan nasional, namun pemerintah sudah mengakui jasanya, dengan menetapkan mandeh Sitti sebagai Perintis Kemerdekaan, sesuai surat keputusan Menteri Sosial tanggal 17 januari 1964, nomor Pol: 1379/64/P.K. Lembaran Negara nomor 19/1964.

Mandeh Sitti Manggopoh wafat tanggal 20 Agustus 1965 jam 15.30 WIB di Gasan Gadang, Padang Pariaman dalam usia 84 tahun dimakamkan dengan upacara kenegaraan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Lolong, Padang. Namun, hingga kini di saat seabad peringatan perang Manggopoh, semangat juang Mandeh Sitti Singa Betina yang ditakuti penjajah Belanda akan tetap hidup. (men/berbagai sumber ) Sumber: Padang Ekspres
Foto : Masjid Siti Manggopoh, Tanjung Mutiara, Agam Barat



3 August, 2008

Copyright 2007 MinangKita.com

Tidak ada komentar: