Rabu, 18 Februari 2009

Saafruddin Bahar, tentang Pertemuan LKAAM Sumbar

Pengantar



Pada tanggal 16 dan 17 Februari 2009 bertempat di Asrama Haji di Parupuak, Tabing, Padang, Bp H Azaly Djohan S.H, selalu Ketua Umum Sekretariat Nasional Masyarakat Hukum Adat (Setnas MHA), Sdr Ahmadsyah Harrofie S.H,M.H selaku Sekretaris Jenderal Sekretariat Bersama Lembaga Adat Rumpun Melayu se Sumatera, dan saya selaku Ketua Dewan Pakar Setnas MHA, menghadiri acara Musyawarah Kerja yang diadakan Pucuk Pimpinan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat.



Acara ini dihadiri oleh kl 200 orang peserta, terdiri dari utusan LKAAM tingkat provinsi, kabupaten, dan kota se Sumbar; Kajari se Sumbar; ketua Pengadilan Negeri se Sumbar; ketua BPN kabupaten dan kota se Sumbar; Kapoltabes/Polres se Sumbar; dan undangan khusus lainnya. Musyawarah Kerja ini dibuka secara resmi oleh Gubernur Sumatera Barat, Gamawan Fauzi.



Berikut saya sampaikan pokok-pokok acara tersebut di atas, khusus bagi para sanak yang berminat untuk mengetahuinya.



Kutipan Kerangka Acuan



1. Dalam Kerangka Acuan Bimbingan Teknis ini tercantum pertimbangan bahwa konflik horizontal di dalam masyarakat SumateraBarat ‘ sudah masuk ke skala intensitas tinggi. Di setiap nagari di Sumatera Barat tidak ada yang tidak terjadi konflik horizontal, seperti : perkelahian massal antar nagari disebabkan persengketaan tapal batas; gugat mengugat antar kaum dalam persengketaan hak sako dan pusako; unjuk kekuatan massal dalam persengketaan pemanfaatan tanah ulayat, perselisihan antar keluarga karena pelanggaran adat yang berlanjut ke tindak kriminal”.

2. “Bimbingan teknis beracara hukum adat adalah suatu kegiatan Pndidikan dan pelatihan (diklat) berbentuk Training of Trainers (ToT) dimana Ketua dan Sekretaris LKAAM kabupaten/kota se Sumatera Barat yang menjadi peserta dapat mengembangkannya kepada seluruh ninik mamak pemangku adat sehingga mereka siap menangani konflik di tengah-tengah masyarakat adat bersama Pemerintah dan lembaga penegak hukum negara. Lingkup materi yang yang akan diberikan adalah pembekalan pengetahuan melalui ceramah terstruktur dengan bahan ajar tertulis dan penyajiannya secara tekstual dan kontekstual dengan media audio visual”.



3. Materi Bimbingan Teknis dan daftar pembicara dalam acara Bimbingan Teknis ini adalah sebagai berikut.

Hari Pertama, 16 Februari 2009

a. Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) serta Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Pemangku Adat di Nagari dan dalam kaum/Suku, oleh Drs. M.Sayuti Dt Rajo Penghulu,M.Pd, Sekum LKAAM Sumbar.

b. Filsafat Hukum Adat dan Hukum Negara, oleh Bachtiar Abna S.H,M.H, Dt Rajo Suleman.

c. Hak-hak Konstitusional Masyarakat Hukum Adat, oleh Waka Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.

d. Peranan Sekretariat Nasional Masyarakat Hukum Adat (Setnas MHA) dalam Membela Masyarakat Adat,
dengan tiga makalah, yaitu:

1). Ketua Umum H.Azali Djohan S.H,” Lembaga Adat dan Regenerasi Kepemimpinan Adat dalam Rumpun Melayu”.

2). Wakil Ketua Umum Prof Dr Ruswiati Suryasaputra MS, “Peran Strategis Sekretariat Nasional Masyarakat

Hukum Adat bagi Keberlangsungan Kepemimpinan Adat” [berhalangan hadir karena ada dinas di Jakarta],

3). Ketua Dewan Pakar Dr Saafroedin Bahar, “Arti Penting Inventarisasi Masyarakat Hukum Adat dan Mekanisme Pelaksanaannya”.



Hari Kedua, 17 Februari 2009.

a. Peradilan Hukum Adat dan Peradilan Hukum Negara oleh Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Barat

b. Sinergi Hukum Negara dan Hukum Adat dalam Penyelesaian Sengketa Masyarakat Adat oleh Kapolda Sumatera Barat.

c. UUPA dalam Perspektif Hukum Adat dan Hak Tanah Ulayat oleh Kepala BPN Sumatera Barat



Presentasi Materi dan Tanya Jawab pada Hari Pertama.

Presentasi materi pada hari pertama disajikan oleh lima pembicara berbentuk panel, berlangsung secara amat intensif dari jam 20.00 – 24.10, berbentuk slides PowerPoint dan ceramah, masing-masing selama 25 menit, diikuti oleh tanya jawab dengan para peserta, terdiri dari tiga sesi.


Materi presentasi disajikan secara lugas, sistematis, dan jernih, baik mengenai struktur organisasi, tata kerja, dan tugas pokok serta fungsi pemangku adat, maupun mengenai filsafat hukum adat dan hukum negara, maupun mengenai hak konstitusional masyarakat hukum adat serta peranan Setnas MHA, maupun pertanyaan dan jawaban yang berlangsung setelahnya.


Fokus dari presentasi adalah membangun suasana kelembagaan yang memungkinkan berfungsinya kembali kepemimpinan para ninik mamak pemangku adat dalam menyelesaikan konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau, bekerjasama dengan fihak kepolisian, kejaksaan, serta pengadilan negeri.


Baik pembicara dari LKAAM Sumbar maupun pembicara dari Universitas Andalas menekankan perlunya payung hukum untuk kegiatan pengadilan adat ini, baik dengan memperlakukan hukum adat sebagai lex specialis maupun dengan menghidupkan kembali institusi pengadilan adat yang pernah ada di masa lampau. [Menurut Panitia Pelaksana, dalam kata sambutannya Gubernur Gamawan Fauzi sebagai keynote speaker mengharapkan adanya satu fasal dalam undang-undang yang memberi wewenang untuk hidupnya kembali pengadilan adat.]


Dua orang peserta, yang satu berpangkat ajun komisaris polisi dan yang lain hakim pengadilan negeri, menyampaikan informasi bahwa pada saat ini sudah ada instruksi dari instansinya masing-masing bahwa sengketa adat serta tindak pidana ringan agar diserahkan terlebih dahulu kepada para pimpinan masyarakat adat yang bersangkutan untuk diselesaikan sebelum diproses oleh fihak kepolisian.


Tim dari Setnas MHA menerangkan kegiatan yang telah dilakukan dalam bidang hukum, baik dengan mempersiapkan Naskah Akademik dan Rancangan Undang Undang Ratifikasi Konvensi ILO nomor 169 Tahun 1989 Tentang Hak Masyarakat Hukum Adat serta Kelompok Persukuan di Negara-negara Merdeka; maupun membentuk sebuah Tim Perumus Penyusunan Rancangan Undang-undang Masyarakat Hukum Adat.


Secara khusus saya mengingatkan para peserta, bahwa walaupun nagari sudah lama ada secara de facto, namun secara de iure nagari belum mempunyai legal standing sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang dilindungi oleh Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, oleh karena menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dasar hukum untuk desa dan yang sederajat harus berbentuk peraturan daerah kabupaten. Oleh karena itu, sekali lagi saya menganjurkan agar dibentuk peraturan daerah kabupaten sebagai dasar hukum eksistensi nagari, yang memungkinkannya untuk menjadi Pemohon untuk uji materil pada Mahkamah Konstitusi berdasar Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, seandainya ada hak konstitusional masyarakat hukum adat yang dilanggar oleh undang-undang.


Dalam tanya jawab, seorang peserta menanyakan masalah -- yang selama ini telah menjadi wacana kita di Rantau Net – yaitu masalah posisi anak pisang dalam harta pusaka. Sudah barang tentu tidak ada masalah pusako antara anak pisang dengan induak bakonya. Hubungan yang ada hanyalah hubungan darah melalui nasab Ayahnya saja.



Kesempatan ini saya manfaatkan untuk memberikan informasi kepada para peserta tentang perlunya digunakan “Ranji ABS SBK’, yang berpedoman kepada fatwa Buya Masoed Abidin, bahwa orang Minang bersuku ke Ibu, bernasab ke Bapak, dan bersako ke Mamak. Ranji menurut garis matrilineal digunakan dalam masalah sako dan pusako, sedang ranji patrilineal berdasar nasab menurut ajaran Islam digunakan untuk menelusuri hubungan darah, yang perlu dalam masalah kelahiran, pernikahan, serta kematian.



Kesan


Seingat saya, baru kali ini LKAAM Sumbar melaksanakan Bimbingan Teknis dengan peserta dan pembicara dengan cakupan yang seluas dan sedalam itu. Bimbingan Teknis ini merupakan langkah pro aktif untuk menangani masalah riil yang dihadapi dalam masyarakat di Sumatera Barat, yang bertujuan menciptakan sinergi kelembagaan antara antara ninik mamak pemangku adat dengan pemerintah dan lembaga penegak hukum lainnya.


Saya mendapat kesan kuat, bahwa Bimbingan Teknis oleh LKAAM Sumbar ini merupakan babak baru dalam pembinaan hukum adat dan masyarakat hukum adat di Sumatera Barat, yang tidak lagi [selalu] menoleh ke belakang, tetapi berorientasi ke depan; tidak lagi tertutup tetapi mulai terbuka; tidak lagi berbunga-bunga tetapi lugas; tidak lagi bersifat parokial-lokal tetapi sudah menempatkan diri dalam konteks nasional; tidak lagi reaktif tetapi pro-aktif. Syukur Alhamdulillah.



Wassalam,
Saafroedin Bahar
(L, masuk 72 th, Jakarta; Tanjuang, Soetan Madjolelo)
"Basuku ka Ibu; banasab ka Bapak; basako ka Mamak".
Alternate e-mail address: saaf10leo@gmail.com;
saafroedin.bahar@rantaunet.org

Minangkabau atau MANICABO

Batanyo ciek ka rang nan pandai,

Baa kok dalam buku2 catatan urang Eropa nan tuo2, nan baumua 450 tahun ka ateh, namo Minangkabau ko ditulih MANICABO? Liek misalnyo buku Issac Camelin nan ditabik'an tahun 1646 nan judulnyo sampanjang tali baruak: Begin ende voorthgangh, van der Vereenighde Nederlantsche Oost-Indische Compagnie: vervatende de voornaemnste reysen, by de inwoonderen der selver provincien derwaerts gedaen: alles nevens de beschrijvinghen der rijken eylanden, havenen, revieren, stroomen, rheeden, inden, diepten en ondiepten: mitsgaders religien, manieren, aerdt, politie ende regeeringhe der volckeren: ook meede haarder speceryen, drooghen, geldt ende andere koopmanschappen met veele discoursen verrijckt: nevens eenige koopere platen verciert: nut ende dienstigh alle curieuse, ende de andere zee-varende liefhebbers (Amsterdam: jan Janzsz).
Apokoh suku kato -CABO tu ado hubungannyo jo (urang) KUBU kini?

Salam,
Suryadi



Balasan untuak :
Ass.Wr.Wb Bapak Dr.Phil. Suryadi yth.




Par-tamo2 ambo bukan urang pandai doo!!!!
Tapi ambo cubo manjawab partanyoana Bapak Suryadi Ph.D.

Pandapek ambo bunyi dari phonetiknyo CABO iko dari bhs Portugih artinyo kiro2 semenanjung,tanjung, awal/kaki dari Pagunuangan.
Dek nan mulo2 mandapek Nusantara iko kan urang Portugih, (kato Urang Eropa)

Kubu, dari bahaso melaju iko asa katonyo benteng , Exonym URANG KUBU, urang asli, Sakai, Akit, Talang, Tapung, Orang Utan, Orang Rawas, Lubu, Ulu, Rawas, Duwablas, Mountain Kubus, and Benua.

sakitusen dulu P'Doktor Phil. Suryadi
Mudah2an pandapek ambo bisa dianggok batua.

Wassalam,
Muljadi,German

Minggu, 15 Februari 2009

Menhir Matur

Menhir Matur Dibersihkan, Dispar dan Purbakala Sumbar Tinjau Situs Bersejarah




Senin, 16 Februari 2009

Agam, Padek—Begitu mengetahi kondisi keberadaan sejumlah batu purbakala dan memiliki nilai sejarah di jorong Batu Baselo Matur Hilir Agam, Dinas Pariwisata bersama lembaga Purbakala Sumatera Barat turun ke lokasi melihat dari dekat kondisi situs tersebut.



Bahkan dalam waktu dekat kawasan tersebut akan didata dan diteliti, untuk melihat nilai sejarah yang ada di daerah tadi. Sebelumnya keberadaan situs batu purbakala yang diperkirakan sejenis menhir telah diketahui warga sejak puluhan tahun lalu, sehingga masyarakat jorong Batu Baselo kenagarian Matur Hilir melakukan gotong royong masal membersihkan cagar budaya tadi.



Menurut Wali Jorong Batu Baselo, Doni Eka Putera dan Wali Nagari Matur Hilir, keberadaan lusinan batu berbentuk menhir yang sangat mirip dengan batu undakan tempat duduk baselo (bersila), merupakan cikal bakal awal kenapa daerah tersebut bernama Batu Baselo. Di lokasi situs tersebut diperkirakan dahulunya nenek moyang warga Matur Hilir dan sekitarnya bertemu dan merembukkan kegiatan mereka.



Menurut Wali Nagari Matur Hilir, diperkirakan menhir tersebut tidak hanya terdapat pada satu kawasan saja, namun diperkirakan masih ada dan tersebar pada radius 500 meter hingga 1 kilometer dari jorong Batu Baselo. Karena banyak temuan batu lainnya disekitar pemukiman masyarakat, yang diperkirakan saling berhubungan dengan lainnya.



“Kita sangat yakin batu yang terdiri dari berbagai bentuk, seperti kursi, meja pipih, tempat hantaran (sesajian) atau berupa lasuang dan nisan panjang berkaitan dengan budaya. Apalagi karena jorong ini dinamakan Batu Baselo dan banyak ditemukan batu seperti tempat berkumpul orang duduk baselo, maka temuan ini harus dilestarikan,” ungkapnya.



Menhir merupakan tugu batu yang digunakan oleh masyarakat zaman batu pertengahan untuk melakukan sesembahan. Tugu batu tersebut ditemukan di jorong Batu Baselo Matur Hilir, berupa beberapa menhir yang terkumpul di salah saru kawasan. Tumpukan batu aneka bentuk ini dipercaya sebagai menhir oleh warga setempat.



Warga bergotong royong untuk membersihkan situs sejarah yang telah tertimbun tanah tersebut, Sabtu (7/2) lalu. Selain tugu batu di jorong Batu Baselo, juga terdapat batu yang bentuknya seperti orang bersila. Namun hingga saat ini warga belum menemukan batu bersila yang diduga adalah arca tersebut, tapi mereka masih meneruskan pencarian batu bersila yang menjadi asal usul nama jorong mereka.



Sekitar 500 meter dari tempat tersebut, tepatnya di Sungai Batang Matua jorong Aia Sumpu juga ditemukan batu dengan pahatan serupa, namun berbeda ukuran. Batu ini tidak lagi tertata rapi, karena sepintas tidak ada yang bisa menduga kalau batu ini memiliki pahatan yang hampir sama satu sama lain. Tapi jika diperhatikan lebih seksama, batu tersebut memiliki bentuk yang identik satu sama lain. (*)

http://www.padangekspres.co.id/content/view/30711/106/

Kamis, 05 Februari 2009

Sia ka ganti Gamawan ko ?

Putra Terbaik Belum Dipilih

Pemilihan Pemimpin di Indonesia Berbiaya Tinggi

Jumat, 6 Februari 2009 | 00:05 WIB

Padang, Kompas - Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi mengatakan, putra bangsa yang mempunyai kualitas terbaik belum tentu terpilih sebagai pemimpin bangsa ini. Hal itu disebabkan oleh sistem pemilihan pemimpin yang belum mengakomodasi mereka yang di luar partai.


”Putra bangsa yang terbaik belum tentu yang terpilih. Diharapkan, (putra bangsa) yang terpilih menjadi yang terbaik. Kalau konsep yang terjadi di bangsa ini, bisa saja tokoh-tokoh yang lahir, tetapi tidak mempunyai fasilitas, akses, maupun dukungan lain, tidak akan muncul dan terlihat di kancah nasional,” kata Gamawan seusai menghadiri Milad Ke-62 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Kamis (5/2).


Menurut Gamawan, perlu ada desain ulang sistem penjaringan putra terbaik di Indonesia. Kalau ada tokoh-tokoh berkualitas yang muncul, perlu dibiayai negara untuk ikut berkampanye sebagai calon pemimpin.

Untuk itu, kata Gamawan, diperlukan sejumlah indikator guna menentukan tokoh yang berkualitas sebagai pemimpin bangsa.


Di sisi lain, partai juga harus ikhlas menerima bila ada tokoh di luar partai yang berkualitas dalam memimpin bangsa ini. Seleksi tokoh yang berkualitas juga bisa berasal dari sejumlah organisasi masyarakat (ormas) seperti HMI.


Menjaring

Di Sumatera Barat, Gamawan mengaku menghadiri beberapa acara yang diadakan sejumlah ormas dalam rangka menjaring putra terbaik di Sumatera Barat yang bisa diusulkan untuk meneruskan tongkat kepemimpinan.

Masa kepemimpinan Gamawan akan berakhir tahun 2010. Kendati baru menjabat satu kali, Gamawan mengaku enggan mencalonkan kembali sebagai gubernur.

Dia juga mengaku enggan ikut maju sebagai calon presiden dalam Pemilu 2009.


Biaya tinggi

Di tempat terpisah, presidium Korps Alumni HMI Prof Nanad Fatah Natsir menilai, sistem pemilihan legislatif dan presiden di Indonesia masih membutuhkan biaya tinggi.

Politik berbiaya tinggi yang terjadi saat ini, dinilai Nanad, tidak akan melahirkan pemimpin yang berkualitas.


Balik modal

Pemimpin yang mendapatkan jabatan akan terfokus pada upaya pengembalian uang yang telah dikeluarkan selama proses pemilihan.

”Kalau ini terjadi terus-menerus, itu bisa terjadi kebangkrutan bangsa. Karena itu, persoalan kaderisasi kepemimpinan harus segera diselesaikan,” kata Nanad seusai acara pelantikan presidium Korps Alumni HMI di Padang.

Dia mencontohkan, kebutuhan dana calon bupati di Pulau Jawa dalam proses pencalonan mencapai Rp 15 miliar.

Setelah duduk sebagai bupati, gaji yang diterima tidak akan mencukupi untuk mengembalikan modal itu.

Oleh karena itu, segala kebijakan yang ditelurkan bupati akan terfokus pada pengembalian dana kampanye.


Kepercayaan merosot

Nanad juga menyebutkan, selama ini merosotnya kepercayaan publik kepada lembaga legislatif terjadi lantaran kebijakan yang dihasilkan tidak berpihak kepada rakyat.

Dia berharap sistem pemilihan pemimpin bisa segera disempurnakan untuk mendapatkan pemimpin berkualitas sehingga mampu menyejahterakan masyarakat. (ART)

Tapal Batas antar Kabupaten Tanah Datar

Singgalang Online, Rabu, 04 February 2009
Padang Panjang ‘Serobot’ Tanah Datar

Batusangkar, Singgalang
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanah Datar menyatakan kesiapannya untuk membuat komitmen dan melakukan perundingan dengan Pemko Padang Panjang. Perundingan itu diperlukan guna menetapkan tapal batas dan menghindari tindakan sepihak dan penyerobotan teritorial yang akan dapat melahirkan persoalan hukum di kemudian hari.
Demikian dikatakan Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Setdakab Tanah Datar, Drs. H. Armen Yudi, M.Si, menjawab Singgalang, Rabu (4/2), terkait dengan terbukanya peluang konflik perbatasan dan tidak adanya kepastikan peta yang digunakan antara Tanah Datar dan Padang Panjang.


“Perkembangan Kota Padang Panjang tidak bisa dilepaskan dari peran dua kecamatan yang menjadi etalase Tanah Datar serta berbatasan langsung, yakni Kecamatan X Koto dan Kecamatan Batipuh. Warga yang berasal dari Tanah Datar itu sesungguhnya secara kultural telah menyatu dengan Padang Panjang, namun secara administrasi pemerintahan harus ada ketegasan patokan batas wilayah. Apalagi secara historis, Padang Panjang adalah sebuah nagari yang pernah berada dalam lingkup X Koto,” terang Armen.
Menurut dia, berbicara soal tapal batas antara Tanah Datar dengan Padang Panjang, sesungguhnya mengandung banyak persoalan-persoalan yang cukup sensitif. Itu pulalah sebabnya, Armen mengaku selaku membuka diri membuat komitmen bersama dengan Pemko Padang Panjang untuk penyelesaiannya. Tanah Datar, tegasnya, mustahil akan ‘menyerobot’ teritorial Padang Panjang. Alasannya, hubungan kedua daerah diibaratkan hubungan ayah dengan anak. “Tak mungkinlah ayah akan menyerobot harta anak. Tapi kalau harta ayah yang digasak anak, itu sudah lumrah dan sering terjadi,” ucapnya diplomatis.


Lantaran menganut filosofis hubungan ayah dengan anak itu pulalah, hingga kini Pemkab Tanah Datar tak ingin mendesak Pemko Padang Panjang terkait dengan penyelesaian perbatasan tersebut, akan tetapi cenderung menunggu inisiatif dan niat baik dari sang anak itu sendiri.
Armen sendiri mengaku, bila Pemko Padang Panjang punya komitmen untuk menyelesaikannya tahun ini juga, Pemkab Tanah Datar siap. Bahkan, dana Rp100 juta yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tanah Datar Tahun 2009 untuk menyelesaikan persoalan-persoalan perbatasan Tanah Datar dengan daerah-daerah tetangga, bisa dialihkan untuk menyelesaikan masalah batas Tanah Datar dengan Padang Panjang.


“Beda dengan daerah-daerah lainnya di Sumatra Barat. Kota Padang Panjang dikelilingi Kabupaten Tanah Datar. Tak ada kota atau kabupaten lain yang berbatasan dengan Padang Panjang kecuali Tanah Datar. Itu artinya, lawan berunding Padang Panjang hanya satu, tidak serumit masalah yang dihadapi Tanah Datar sendiri. Wajar kalau niat baik mereka kami nanti-nanti,” tekan Armen.
Dikatakan, saat ini tiga kecamatan di Tanah Datar telah masuk ke dalam wilayah hukum Padang Panjang, yakni Batipuh Selatan, Batipuh dan X Koto. Fakta demikian dapat dilihat dari wilayah kerja Polres Padang Panjang, Pengadilan Agama Padang Panjang dan Pengadilan Negeri Padang Panjang. Namun, tegasnya, ketiga kecamatan tersebut tetap berada dalam wilayah administratif Tanah Datar. Persoalan itulah, kata Armen, yang harus segera dibereskan agar tidak jadi permasalahan di kemudian hari.


Pemkab Tanah Datar telah berhasil menyelesaikan tapal batasnya dengan Kabupaten Agam dan Kabupaten Limapuluh Kota.. Sementara perbatasan dengan Kabupaten Solok, Sijunjung, Padang Pariaman, Kota Sawahlunto dan Padang Panjang hingga kini baru para tahap menunggu komitmen bersama dan pembicaraan-pembicaraan tahap awal, belum jelas kapan tercapainya kata sepakat dan pemancangan tapal batas itu. o006

Senin, 02 Februari 2009

Pornografi dalam kajian Sosial oleh Wahyu Wicaksono

Selasa, 3 Februari 2009 | 00:32 WIB

WAHYU WICAKSONO



Artikel Frans H Winarta (Kompas, 23/1/2009) menarik untuk ditanggapi. Tulisan ini menyoroti sikap atas seksualitas masyarakat Indonesia dari sudut sejarah dan budaya yang bersumber dari studi Utomo (2002).

Studi Utomo perlu dipaparkan kembali agar pihak yang pro dan kontra terhadap Undang-Undang Pornografi mendapat gambaran sikap atas seksualitas pada budaya masyarakat Indonesia secara proporsional melalui pendekatan sejarah dan budaya.

Pornografi-pornoaksi dan seksualitas ibarat dua sisi dari satu koin. Di satu sisi, norma dan nilai yang dilekatkan pada individu (aspek rekreasi) yang bersifat spesifik secara sejarah dan budaya. Sisi lain, sifat alamiah manusia (fungsi biologis-prokreasi).

Sikap masyarakat Indonesia terbuka terhadap seksualitas yang mempunyai akar sosiokultural yang berubah dari waktu ke waktu. Setidaknya, hal ini bisa dilihat jejaknya dari Kakawin Arjunawiwaha (Mpu Tantular) dan Serat Centhini (Paku Buwono V). Kedua karya besar itu eksplisit menunjukkan secara terbuka karena aktivitas seksual dipandang sebagai hal alami.

Awal konservatisme
Menurut Supomo, pandangan konservatif terhadap seksualitas dibentuk oleh pengaruh ajaran Islam saat itu dan sistem pendidikan Belanda yang diliputi semangat viktorian. Ini terbukti dengan munculnya literatur yang semakin konservatif sepanjang abad ke-19 karena para penulisnya mengikuti sistem pendidikan Belanda.
Akibatnya, masyarakat kelas menengah atas cenderung bersikap lebih konservatif daripada masyarakat pedesaan yang tidak mengenyam sekolah. Pendapat ini selaras dengan pendapat Hull yang menyatakan moralitas ”tradisional” yang menyalahkan hubungan seksual pranikah lebih dipengaruhi moralitas impor dari kolonialisme Belanda ketimbang pola sosial tradisional Melayu- Polinesia. Pendapat ini diperjelas Reid yang menunjukkan, sebelum abad ke-16, pandangan seksualitas orang Indonesia-Asia Tenggara lebih kendur atau bebas ketimbang bangsa Barat.

Perbedaan sikap
Sikap kontra sehubungan dengan diundangkannya UU Pornografi yang terjadi di Provinsi Bali dan Sulawesi Utara dapat dipahami melalui sudut pandang sejarah. Penelitian Schurhammer membuktikan, di Sulawesi Utara pada masa pra-Islam, perzinahan dengan perempuan yang belum menikah diperbolehkan, tetapi jika perzinahan dilakukan dengan perempuan yang telah terikat perkawinan, dikenai hukuman mati.

Sementara itu, di Bali, Hirschfeld menemukan, hampir semuanya, tanpa kecuali, perempuan dewasa dan remaja bertelanjang dada sampai pusar, sedangkan perempuan kecil telanjang bulat. Mereka dengan bangga menunjukkan keindahan dada. Dr Kruse, dokter berwarga negara Jerman yang lama berpraktik di Bali, menuliskan dalam bukunya, hanya pelacur yang menutup dada mereka untuk membangkitkan rasa penasaran dan memikat laki-laki meski pendapat ini perlu diuji kebenarannya lebih lanjut.

Budaya petani Minangkabau menempatkan suami dalam posisi dipelihara oleh perempuan. Suami tinggal di luar rumah dan sekali-kali digunakan untuk kepentingan hubungan seks. Posisi ini lalu dianggap para suami sebagai posisi individu yang tidak memiliki harga diri dan mendorong mereka bermigrasi ke Indochina mencari pekerjaan dan kondisi hidup yang lebih baik.

Di kerajaan Jawa (Vorstenlanden), seorang sunan hidup di istana yang menguasai 450 perempuan, dengan hanya 34 yang dijadikan sebagai istri. Sisanya adalah penari dan pelayan yang, jika diinginkan raja, harus siap menjadi selir.
Selain karya literatur dan aktivitas seksual, keterbukaan sikap terhadap seksualitas juga terlihat dari kesenian tradisional masyarakat yang masih bisa disaksikan saat ini. Tayub, ronggeng, dombret, dan jaipong, di mana gerakan-gerakan erotis yang mengeksploitasi pinggul, dada, dan pantat jelas terlihat.

Benturan nilai
Perbedaan sikap terhadap seksualitas di berbagai budaya di Indonesia tidak bisa disatukan menjadi kesamaan sikap. Sikap budaya yang terbuka terhadap seksualitas sebagai hal alamiah sudah lama dipraktikkan dan mustahil dihapus jejaknya.
Benturan dengan nilai dan norma ”baru” yang datang kemudian, yaitu pandangan Islam dan agama-agama lain, serta sistem pendidikan Belanda baru terjadi ”kemarin sore”. Ini akan memunculkan dua kubu yang berhadapan, seperti terjadi saat ini. Resistensi pasti terjadi di satu sisi, sementara keinginan untuk ”menyucikan” budaya juga terjadi di sisi lain.

Dua domain akan sibuk mendefinisikan pengertian pornografi-pornoaksi yang pada dasarnya tidak akan mudah (untuk tidak mengatakan tidak pernah bisa) karena landasan pijak yang berbeda.

Ada atau tidak ada UU Pornografi, sexual misconduct dalam bentuk apa pun akan tetap dan akan terus terjadi atau bahkan tidak pernah terjadi, tergantung dari individu yang memberi nilai, norma, dan pengertian yang dimiliki. Serahkan manajemen tubuh berikut persepsinya pada kesadaran diri individu masing- masing, bukan tekanan, keharusan, dan hukuman dari luar.


WAHYU WICAKSONO Psikolog Sosial

Tan Malaka

Diyakini 90 Persen, Makam Tan Malaka Akan Digali Maret



PadangKini.com | Senin, 2/2/2009, 10:10 WIB





PADANG--Makam pahlawan nasional asal Minangkabau, Tan Malaka atau Ibrahim bin Rasad gelar Datuak Tan Malaka, yang diduga berada di Desa Selopanggung, Jawa Timur, akan digali.

Ibarsyah, suami Aina Zarni, kemenakan Tan Malaka, mewakili keluarga besar Tan Malaka mengatakan, penggalian akan dilakukan sekitar bulan Maret atau April.

"Kami menunggu izin tertulis dari Kementerian Sosial, kalau izin secara lisan dari Pak Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah sudah," kata Ibarsyah yang dikontak, Senin (2/2).

Menurut Ibarsyah, keyakinan makam Tan Malaka di Selopanggung 90 persen. Untuk memastikan itu makam akan digali dan kerangka akan dites DNA dan dicocokkan dengan pihak keluarga ayah dan ibu Tan Malaka.

"Kalau benar itu makam Tan Malaka maka rencananya makam tersebut akan tetap di Selopanggung, hanya akan dipindahkan sekitar 200 meter lebih ke atas, karena tempat makam sekarang di lembah dan di pemakaman umum, kalau mau dipugar nanti takut makam lainnya terganggu," ujarnya.

Menurut Ibarsyah, warga Selopanggung sangat antusias dan mendukung agar kuburan Tan Malaka tetap di Selopanggung. Bahkan, katanya, kepala desa Selopanggung juga akan membantu jika nanti butuh pembebasan lahan untuk makam baru.

Selain penggalian makam Tan Malaka, Panitia Peringatan 112 Tahun Tan Malaka akan meluncurkan buku terjemahan dari karangan Profesor Harry A Poeze tentang Tan Malaka. (yanti/s)

http://padangkini.com/headline.php?sub=berita&id=3307



Sejumlah Acara Disiapkan Peringati 112 Tahun Kelahiran Tan Malaka



PadangKini.com | Minggu, 1/2/2009, 19:07 WIB





PADANG--Sejumlah acara disiapkan memperingati 112 tahun (1897-2009) kelahiran tokoh nasional legendaris asal Minangkabau, Tan Malaka.

Informasi yang disampaikan Panitia Peringatan 112 Tahun Tan Malaka menyebutkan, ada tiga agenda kegiatan dalam rangka peringatan Tan Malaka yang dilahirkan 1897 dan hilang atau tewas pada 19 Februari 1949.

Agenda itu pencarian dan penggalian dugaan makan Tan Malaka di Selopanggung, Jawa Timur, penerbitan buku kenangan dari sejumlah tokoh sezaman dan ahli yang belum pernah diterbitkan, dan pembuatan film dokumenter tentang Tan Malaka berjudul "Ironi Ketiga".

Pencarian dan penggalian makam yang diduga sebagai makam Tan Malaka di Selopanggung didukung sejarawan Universitas Leiden, Belanda, Profesor Harry A Poeze, tim ahli arkeologi, dan Departemen Sosial.

Rencananya setelah makam digali, tulang-belulang akan dicocokkan dengan Zulfikar, keponakan kandung Tan Malaka.

Sedangkan penerbitan buku kenang-kenangan yang akan diterbitkan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Tan Malaka berisi artikel-artikel dari tokoh atau pemimpin yang hidup sezaman dengan Tan Malaka yang belum diterbitkan, ditambah tulisan para ahli berbagai bidang, serta aktivis dan simpatisan. (s)

http://padangkini.com/headline.php?sub=berita&id=3303