Rabu, 18 Februari 2009

Saafruddin Bahar, tentang Pertemuan LKAAM Sumbar

Pengantar



Pada tanggal 16 dan 17 Februari 2009 bertempat di Asrama Haji di Parupuak, Tabing, Padang, Bp H Azaly Djohan S.H, selalu Ketua Umum Sekretariat Nasional Masyarakat Hukum Adat (Setnas MHA), Sdr Ahmadsyah Harrofie S.H,M.H selaku Sekretaris Jenderal Sekretariat Bersama Lembaga Adat Rumpun Melayu se Sumatera, dan saya selaku Ketua Dewan Pakar Setnas MHA, menghadiri acara Musyawarah Kerja yang diadakan Pucuk Pimpinan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat.



Acara ini dihadiri oleh kl 200 orang peserta, terdiri dari utusan LKAAM tingkat provinsi, kabupaten, dan kota se Sumbar; Kajari se Sumbar; ketua Pengadilan Negeri se Sumbar; ketua BPN kabupaten dan kota se Sumbar; Kapoltabes/Polres se Sumbar; dan undangan khusus lainnya. Musyawarah Kerja ini dibuka secara resmi oleh Gubernur Sumatera Barat, Gamawan Fauzi.



Berikut saya sampaikan pokok-pokok acara tersebut di atas, khusus bagi para sanak yang berminat untuk mengetahuinya.



Kutipan Kerangka Acuan



1. Dalam Kerangka Acuan Bimbingan Teknis ini tercantum pertimbangan bahwa konflik horizontal di dalam masyarakat SumateraBarat ‘ sudah masuk ke skala intensitas tinggi. Di setiap nagari di Sumatera Barat tidak ada yang tidak terjadi konflik horizontal, seperti : perkelahian massal antar nagari disebabkan persengketaan tapal batas; gugat mengugat antar kaum dalam persengketaan hak sako dan pusako; unjuk kekuatan massal dalam persengketaan pemanfaatan tanah ulayat, perselisihan antar keluarga karena pelanggaran adat yang berlanjut ke tindak kriminal”.

2. “Bimbingan teknis beracara hukum adat adalah suatu kegiatan Pndidikan dan pelatihan (diklat) berbentuk Training of Trainers (ToT) dimana Ketua dan Sekretaris LKAAM kabupaten/kota se Sumatera Barat yang menjadi peserta dapat mengembangkannya kepada seluruh ninik mamak pemangku adat sehingga mereka siap menangani konflik di tengah-tengah masyarakat adat bersama Pemerintah dan lembaga penegak hukum negara. Lingkup materi yang yang akan diberikan adalah pembekalan pengetahuan melalui ceramah terstruktur dengan bahan ajar tertulis dan penyajiannya secara tekstual dan kontekstual dengan media audio visual”.



3. Materi Bimbingan Teknis dan daftar pembicara dalam acara Bimbingan Teknis ini adalah sebagai berikut.

Hari Pertama, 16 Februari 2009

a. Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) serta Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Pemangku Adat di Nagari dan dalam kaum/Suku, oleh Drs. M.Sayuti Dt Rajo Penghulu,M.Pd, Sekum LKAAM Sumbar.

b. Filsafat Hukum Adat dan Hukum Negara, oleh Bachtiar Abna S.H,M.H, Dt Rajo Suleman.

c. Hak-hak Konstitusional Masyarakat Hukum Adat, oleh Waka Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.

d. Peranan Sekretariat Nasional Masyarakat Hukum Adat (Setnas MHA) dalam Membela Masyarakat Adat,
dengan tiga makalah, yaitu:

1). Ketua Umum H.Azali Djohan S.H,” Lembaga Adat dan Regenerasi Kepemimpinan Adat dalam Rumpun Melayu”.

2). Wakil Ketua Umum Prof Dr Ruswiati Suryasaputra MS, “Peran Strategis Sekretariat Nasional Masyarakat

Hukum Adat bagi Keberlangsungan Kepemimpinan Adat” [berhalangan hadir karena ada dinas di Jakarta],

3). Ketua Dewan Pakar Dr Saafroedin Bahar, “Arti Penting Inventarisasi Masyarakat Hukum Adat dan Mekanisme Pelaksanaannya”.



Hari Kedua, 17 Februari 2009.

a. Peradilan Hukum Adat dan Peradilan Hukum Negara oleh Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Barat

b. Sinergi Hukum Negara dan Hukum Adat dalam Penyelesaian Sengketa Masyarakat Adat oleh Kapolda Sumatera Barat.

c. UUPA dalam Perspektif Hukum Adat dan Hak Tanah Ulayat oleh Kepala BPN Sumatera Barat



Presentasi Materi dan Tanya Jawab pada Hari Pertama.

Presentasi materi pada hari pertama disajikan oleh lima pembicara berbentuk panel, berlangsung secara amat intensif dari jam 20.00 – 24.10, berbentuk slides PowerPoint dan ceramah, masing-masing selama 25 menit, diikuti oleh tanya jawab dengan para peserta, terdiri dari tiga sesi.


Materi presentasi disajikan secara lugas, sistematis, dan jernih, baik mengenai struktur organisasi, tata kerja, dan tugas pokok serta fungsi pemangku adat, maupun mengenai filsafat hukum adat dan hukum negara, maupun mengenai hak konstitusional masyarakat hukum adat serta peranan Setnas MHA, maupun pertanyaan dan jawaban yang berlangsung setelahnya.


Fokus dari presentasi adalah membangun suasana kelembagaan yang memungkinkan berfungsinya kembali kepemimpinan para ninik mamak pemangku adat dalam menyelesaikan konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau, bekerjasama dengan fihak kepolisian, kejaksaan, serta pengadilan negeri.


Baik pembicara dari LKAAM Sumbar maupun pembicara dari Universitas Andalas menekankan perlunya payung hukum untuk kegiatan pengadilan adat ini, baik dengan memperlakukan hukum adat sebagai lex specialis maupun dengan menghidupkan kembali institusi pengadilan adat yang pernah ada di masa lampau. [Menurut Panitia Pelaksana, dalam kata sambutannya Gubernur Gamawan Fauzi sebagai keynote speaker mengharapkan adanya satu fasal dalam undang-undang yang memberi wewenang untuk hidupnya kembali pengadilan adat.]


Dua orang peserta, yang satu berpangkat ajun komisaris polisi dan yang lain hakim pengadilan negeri, menyampaikan informasi bahwa pada saat ini sudah ada instruksi dari instansinya masing-masing bahwa sengketa adat serta tindak pidana ringan agar diserahkan terlebih dahulu kepada para pimpinan masyarakat adat yang bersangkutan untuk diselesaikan sebelum diproses oleh fihak kepolisian.


Tim dari Setnas MHA menerangkan kegiatan yang telah dilakukan dalam bidang hukum, baik dengan mempersiapkan Naskah Akademik dan Rancangan Undang Undang Ratifikasi Konvensi ILO nomor 169 Tahun 1989 Tentang Hak Masyarakat Hukum Adat serta Kelompok Persukuan di Negara-negara Merdeka; maupun membentuk sebuah Tim Perumus Penyusunan Rancangan Undang-undang Masyarakat Hukum Adat.


Secara khusus saya mengingatkan para peserta, bahwa walaupun nagari sudah lama ada secara de facto, namun secara de iure nagari belum mempunyai legal standing sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang dilindungi oleh Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, oleh karena menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dasar hukum untuk desa dan yang sederajat harus berbentuk peraturan daerah kabupaten. Oleh karena itu, sekali lagi saya menganjurkan agar dibentuk peraturan daerah kabupaten sebagai dasar hukum eksistensi nagari, yang memungkinkannya untuk menjadi Pemohon untuk uji materil pada Mahkamah Konstitusi berdasar Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, seandainya ada hak konstitusional masyarakat hukum adat yang dilanggar oleh undang-undang.


Dalam tanya jawab, seorang peserta menanyakan masalah -- yang selama ini telah menjadi wacana kita di Rantau Net – yaitu masalah posisi anak pisang dalam harta pusaka. Sudah barang tentu tidak ada masalah pusako antara anak pisang dengan induak bakonya. Hubungan yang ada hanyalah hubungan darah melalui nasab Ayahnya saja.



Kesempatan ini saya manfaatkan untuk memberikan informasi kepada para peserta tentang perlunya digunakan “Ranji ABS SBK’, yang berpedoman kepada fatwa Buya Masoed Abidin, bahwa orang Minang bersuku ke Ibu, bernasab ke Bapak, dan bersako ke Mamak. Ranji menurut garis matrilineal digunakan dalam masalah sako dan pusako, sedang ranji patrilineal berdasar nasab menurut ajaran Islam digunakan untuk menelusuri hubungan darah, yang perlu dalam masalah kelahiran, pernikahan, serta kematian.



Kesan


Seingat saya, baru kali ini LKAAM Sumbar melaksanakan Bimbingan Teknis dengan peserta dan pembicara dengan cakupan yang seluas dan sedalam itu. Bimbingan Teknis ini merupakan langkah pro aktif untuk menangani masalah riil yang dihadapi dalam masyarakat di Sumatera Barat, yang bertujuan menciptakan sinergi kelembagaan antara antara ninik mamak pemangku adat dengan pemerintah dan lembaga penegak hukum lainnya.


Saya mendapat kesan kuat, bahwa Bimbingan Teknis oleh LKAAM Sumbar ini merupakan babak baru dalam pembinaan hukum adat dan masyarakat hukum adat di Sumatera Barat, yang tidak lagi [selalu] menoleh ke belakang, tetapi berorientasi ke depan; tidak lagi tertutup tetapi mulai terbuka; tidak lagi berbunga-bunga tetapi lugas; tidak lagi bersifat parokial-lokal tetapi sudah menempatkan diri dalam konteks nasional; tidak lagi reaktif tetapi pro-aktif. Syukur Alhamdulillah.



Wassalam,
Saafroedin Bahar
(L, masuk 72 th, Jakarta; Tanjuang, Soetan Madjolelo)
"Basuku ka Ibu; banasab ka Bapak; basako ka Mamak".
Alternate e-mail address: saaf10leo@gmail.com;
saafroedin.bahar@rantaunet.org

Tidak ada komentar: